Pemerintah Didorong Promosikan Tempat Laktasi di Tempat Kerja Agar Ibu Menyusui Tak Kehilangan Pekerjaan

BERBAGI ILMU: Astri Pramarini (kanan), konsultan laktasi dan baju bayi saat memberikan pelatihan menggunakan kain jarit untuk berbagai motif gendongan Senin (17/4) di Pondok Candra Sidoarjo. (Dok.JawaPos.com)

Health Collaborative Center (HCC) mendorong pemerintah untuk memastikan kebijakan promosi laktasi di tempat kerja untuk ibu-ibu yang menyusui. Hal itu agar para ibu tetap dapat produktif bekerja sambil memastikan ASI yang berkualitas untuk bayi.

“Agar tempat kerja di Indonesia menjadi tempat kerja yang ramah laktasi atau ramah ibu menyusui. Edukasi juga perlu terus digalakkan dan menyasar seluruh usia produktif, tidak hanya ibu pekerja saja,” ujar Ketua dan Peneliti Utama HCC dr. Ray Wagiu Basrowi kepada wartawan, Minggu (4/8).

dr. Ray mengatakan bahwa rekomendasi itu perlu dilakukan lantaran berdasarkan hasil survei yang dilakukannya, mayoritas responden laki-laki menunjukkan bahwa mereka mendukung agar perempuan tetap dapat fasilitas menyusui sambil tak hilang pekerjaan.

“7 dari 10 atau sekitar 67 persen laki-laki responden penelitian ini 3 kali lebih mendukung ibu untuk memprioritaskan jangan kehilangan pekerjaan dulu, dan proses menyusui bisa menyesuaikan sambil bekerja,” katanya.

Di Indonesia, menurut dr. Ray, perempuan yang bekerja memiliki peran yang penting dalam menunjang ekonomi keluarga. Sehingga, jika haknya bekerja terenggut lantaran mesti menyusui, hal itu akan menyulitkan.

“Dari aspek ini sangat terlihat bahwa dukungan menyusui ditempat kerja menjadi sangat penting,” kata dosen di Magister Kedokteran Kerja FKUI itu.

Temuan lain dalam survei ini adalah terkait status pekerjaan ibu menyusui. Sebanyak 59% responden yang berstatus pekerja dan beragam jenis pekerjaan, baik karyawan kantoran maupun buruh pabrik, menegaskan bahwa bekerja sambil menyusui adalah suatu hal yang sangat mungkin tetap bisa dilakukan bersamaan.

“Artinya adalah terlepas dari kondisi dukungan dan perlindungan hukum saat ini, para pekerja merasa tetap bisa menyusui sambil bekerja,” ungkap dr. Ray.

Bahkan ketika dilakukan analisis interkuartil untuk melihat aspek apa saja yang dianggap membentuk opini ini, ia menemukan adanya dua indikator, yaitu persepsi kebijakan waktu kerja berupa kebebasan waktu menyusui atau memompa ASI selama kerja bagi ibu menyusui dan persepsi pemerintah sudah cukup mengakomodir ibu menyusui yang bekerja untuk tetap bekerja dan sukses menyusui.

“Meskipun mayoritas responden mendukung penuh bila ada kebijakan cuti melahirkan 6 bulan dengan gaji penuh, namun terjadi polarisasi persepsi pada kebijakan cuti 3 bulan,” jelasnya.

“Artinya, dengan kondisi cuti 3 bulan pun sebenarnya pekerja perempuan dianggap bisa tetap menjalankan peran ganda sebagai ibu menyusui dan pekerja, selama tentu saja faktor supportive seperti dukungan fasilitas, waktu kerja fleksibel dan kebebasan memompa ASI di tempat kerja tetap dilindungi,” pungkas dr. Ray.

Untuk diketahui, dalam survei ini, HCC menggunakan penelitian cross-sectional dengan total 1650 responden dari 34 provinsi di Indonesia.

Sumber: https://www.jawapos.com/health-issues/012433775/pemerintah-didorong-promosikan-tempat-laktasi-di-tempat-kerja-agar-ibu-menyusui-tak-kehilangan-pekerjaan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *